Minggu, 07 Agustus 2016

Cagar Alam dan Budaya : Telaga Pucung

Telaga Pucung merupakan sebuah tempat yang berada di wilayah Petelan menuju Jemblong. Asal mula dari nama telaga ini berasal dari tumbuhan pohon pucung yang dulunya tumbuh di pinggir telaga ini. Dahulu telaga ini dikelilingi oleh pepohonan besar nan rimbun. Telaga yang berada di sebelah barat dari dusun Macanmati ini juga menyerupai nama dari salah satu tembang macapat, yaitu tembang Pocung.

Konon dahulu pada zaman sesepuh dusun Macanmati, tempat ini merupakan tempat yang menyerupai danau dengan air yang melimpah dengan berbagai jenis ikan air tawar dan udang. Seiring berubahnya alam dan seiring berjalannya waktu, air di telaga ini lama kelamaan menyusut dan kian menyusut sampai akhirnya habis tak bersisa. Hilangnya air di telaga pada dekade 2000an ini juga menjadikan hilangnya beberapa jenis ikan dan udang di tempat ini.

Saat ini, tempat ini merupakan wilayah ladang yang dimanfaatkan oleh warga dan karang taruna dengan ditanami pohon pisang, dan palawija dengan sumur sebagai sumber air. Telaga pucung akan terisi air kembali saat musim penghujan tiba meskipun banyaknya air tidakmelimpah sepeti pada zaman dahulu. Meskipun telaga pucung kini telah kering dan tidak berisi air yang melipah seperti pada zaman dahulu, tempat ini merupakan salah satu dari bagian atau kepingan
sejarah Macanmati yang menarik. Telaga Pucung yang ditanami palawija
pada musim kemarau Babad.

Cagar Alam dan Budaya : Pangisepan Klampok

Pengisepan Klampok merupakan sebuah tempat yang berada di antara wilayah Banjaran dengan daerah Watukebo. Tempat ini merupakan sebuah mata air yang berada di dalam gua dengan banyak pepohonan rindang nan rimbun. Konon dahulu kala, tempat ini merupakan tempat dimana warga mengambil air pada musim kemarau. Warga desa sekitar, desa tetangga hingga warga Girisekar pada zaman dahulu konon mengandalkan mata air dari pengisepan Klampok ini sebagai sumber air pada musim kemarau.

Pengisepan Klampok bukan hanya sekedar mata air dengan nuansa yang rimbun dan tenang, tetapi juga memiliki cerita tersendiri yang menjadi bagian sejarah dari dusun Macanmati. Konon di tempat inilah macan besar yang masuk ke dusun ini bersembunyi saat melarikan diri dari kejaran dan tembakan penduduk. Dengan tubuh terluka, macan yang bertubuh besar dengan panjang sekitar 2 meter bersembunyi di dekat mulut gua pengisepan Klampok manjelang malam hari.

Ketika pagi hari penduduk yang melanjutkan pencarian dan perburuan macan menemukan macan besar tersebut hanya beberapa meter dari mulut gua. Beruntung, macan tersebut tidak menerkam warga yang tidak tahu keberadaan persembunyian dari macan tersebut sehingga macan tersebut dapat ditaklukkan oleh warga dusun.

Pengisepan Klampok merupakan salah satu simbol sejarah dan budaya dari dusun Macanmati. Selain menjadi salah satu bagian sejarah dari peristiwa yang melatarbelakangi munculnya nama dusun Macanmati, tempat ini juga merupakan simbol kemakmuran dimana warga melakukan syukuran pada mangsa kepitu (ketujuh/setiap bulan Januari) atas berkah yang diberikan oleh Tuhan atas diberikannya air yang melimpah dari mata air pengisepan. Pada mangsa kapiyu, warga berkumpul di pengisepan Klampok untuk melakukan kenduri syukuran mangsa kapitu, melakukan doa bersama dan makan bersama sebagai ungkapan rasa syukur, suka cita atas karunia dan berkah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain adanya mata air, tempat ini memiliki beberapa keunikan lain yaitu adanya pohon besar yang berdiri di sebelah mulut gua. Keunikan pohon ini adalah selain usianya yang entah sudah berpuluh-puluh tahun, pohon ini adalah pohon yang memiliki dua jenis daun dalam satu pohon.

Sejarah Jemblong

emblong merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa. Kata Jemblong dalam bahasa Jawa artinya ambles (amblong). Wilayah Jemblong berada di sebelah utara dusun Macanmati yang berbatasan dengan wilayah Petelan di sebelah selatan dan Watukebo di sebelah timur. Jemblong merupakan wilayah dataran yang rendah yang dahulu memiliki cerita tersendiri selain nama-nama dari wilayah dusun lainnya.

Dahulu, ketika wilayah jemblong dahulu belum banyak ditinggali oleh penduduk. Jemblong hanya merupakan wilayah dataran dengan tanaman palawija. Pada suatu malam, suatu kejadian alam terjadi yaitu tanah lapang yang cukup luas tiba-tiba ambles ke dalam bumi hingga muncul lubang yang luas di wilayah tersebut. Konon di bawah amblesnya tanah di wilayah ini, terdapat beberapa ikan lele besar, udang dan ikan lainnya yang entah dari mana asalnya bisa berada di bawah tanah yang ambles tersebut.

Ada beberapa versi cerita dari asal mula adanya ikan tersebut. menyebutkan bahwa ikan tersebut berasal dari sumber air bawah tanah.Ada yang menyebutkan bahwa ikan tersebut berasal dari wilayah telaga Pucung di Petelan. Ada pula yang menyebutkan bahwa ikan tersebut berasal dari sumber air bawah tanah.

Peristiwa amblesnya tanah di wilayah tersebut menjadi asal mula dinamakannya wilayah tersebut dengan nama Jemblong. Wilayah dimana tanah ambles tersebut kemudian menjadi tempat tinggal bagi penduduk dusun Macanmati yang kemudian mendiami wilayah tersebut.

Sejarah Petelan

Petelan adalah suatu wilayah di yang berada persis di sebelah wilayah Pakis. Petelan berasal dari kata bahasa Jawa yaitu pratela (cetho) : membuktikan. Kenapa wilayah ini dinamakan Petelan? Dinamakannya wilayah ini sebagai wilayah Petelan tidak terlepas dari Pohon Randu Alas di sebelah utara wilayah Petelan.

Di sebelah utara dari Petelan setelah pertigaan telaga pucung, terdapat sebuah pohon Randu Alas Besar di sebelah kiri jalan di perbatasan antara Petelan dan Jemblong. Pohon Randu Alas yang konon sudah berusia mendekati seratus tahun tersebut juga di kenal sebagai pohon bedhug-bedhug. Cerita yang melatari kenapa dinamakan pohon bedhug-bedhug dikarenakan konon dahulu pohon tersebut baru dapat terlihat oleh penduduk dengan mata telanjang ketika bedhug siang hari.

Konon, hampir setiap hari penduduk dusun datang menuju perbatasan wilayah ini untuk mem “pratela-ake” atau membuktikan kebenaran dari cerita pohon randu alas (bedhug-bedhug) tersebut. Itulah asal mula munculnya atau dinamakannya wilayah ini sebagai wilayah petelan.

Sejarah Pakis

Pakis merupakan wilayah di sebelah barat padukuhan macanmati. Tepatnya berada berbatasan dengan wilayah Banjaran di sebelah Barat, dan sebelah selatan dari wilayah Petelan. Pakis sendiri kita kenal sebagai salah satu tanaman yang termasuk rumpun tanaman purba yang kini sudah cukup langka. Nama wilayah Pakis, memiliki cerita yang kemudian menjadi asal usul dari dinamakannya wilayah ini.

Dahulu pada zaman wali menjelajahi bumi Gunungkidul, terdapat orang sakti yang sedang melakukan perjalanan melewati suatu wilayah di dusun ini. Ketika menuju ke barat, wali tersebut menemukan adanya tanaman pohon pakis yang tumbuh di wilayah tersebut. Hal tersebut di rasa unik,
karena tanaman Pakis tersebut jarang ditemukan di tempat ini. Atas peristiwa dan adanya tumbuhan yang unik tersebut, maka wali tersebut menamakan wilayah bagian dari dusun ini sebagai wilayah Pakis yang sekalarang merupakan wilayah dari RT 06 dusun Macanmati.

Sejarah Banjaran

Banjaran atau Benjaran adalah sebuah wilayah yang berada di bagian paling selatan padukuhan Macanmati. Banjaran berasal dari kata Banjar dalam bahasa Jawa yang berarti deretan atau barisan. Nama Banjaran ini memiliki cerita yang kemudian menjadi asal usul dinamakannya wilayah Banjaran. Namun konon ceritanya, ada peristiwa yang menyebabkan asal mula tempat ini dinamakan Banjaran atau Benjaran.

Ceritanya, dahulu terdapat dua orang bersaudara yang mendiami wilayah Benjaran dan Tungu. Pada suatu hari, kedua bersaudara tersebut melakukan latihan perang dengan menggunakan panah di antara kedua wilayah tersebut. Perang-perangan panah yang terjadi ini menyebabkan salah seorang dari mereka yaitu saudara yang berada wilayah Tungu terkena panah di bagian Manik (mata), sehingga wilayah tersebut dinamakan Kalinggamanik.

Sedangkan serangan panah yang mengarah ke Benjaran mengenai Batur (pembantu) dan kuda yang ditumpanginya hingga terjatuh. Peristiwa tersebut kemudian menjadi asal mula wilayah ini dinamakan Banjaran atau Benjaran yang merupakan kepanjangan dari Batur lan Jaran.
 

Selain peristiwa tersebut, asal mula penamaan Banjaran yang juga diceritakan secara turun-temurun adalah karena tumpukan bebatuan di wilayah ini yang di susun secara berderet atau berbanjar - banjar. Sehingga orang-orang menamakannya dan mengenal wilayah ini dengan nama Banjaran, yang artinya wilayah dengan susunan batu-batu yang berjajar atau berbanjar.

Sejarah Watukebo

Watukebo merupakan sebuah wilayah di sebelah timur dusun Macanmati. Tempat ini merupakan salah satu tempat bersejarah yang memiliki cerita kuno dan cagar Wbudaya dan sejarah. Apabila anda menyusuri jalan di Watukebo menyusuri sebelah gapura timur Watukebo lalu menuju ke utara, maka terdapat sebuah batu besar di kiri jalan yang memiliki ukuran sebesar kebo atau kerbau. Batu yang sebesar kerbau itu bernama Watukebo yang menjadi asal mula dinamakannya wilayah dusun tersebut
bernama Watukebo.

Dahulu pada zaman wali, di dusun ini bertemulah dua orang sakti yang sedang melakukan perjalanan. Ketika sedang beristirahat, dua orang sakti tersebut menemukan sebuah benda menyerupai batu yang besar. Kemudian timbullah perbedaan pendapat di antara orang tersebut ketika akan memberikan nama pada benda tersebut. Orang yang pertama berkata bahwa benda itu adalah batu. Sedangkan orang yang kedua mengatakan benda itu kebo (kerbau). Karena sama-sama tidak ada yang mau mengalah, maka kedua orang tersebut mengeluarkan kesaktiannya atau beradu kesaktian pada benda tersebut.

Konon, keajaiban pun terjadi pada benda tersebut. Ketika orang sakti yang pertama menghunuskan pedangnya, benda tersebut tidak tergores sama sekali dan sangat keras seperti batu. Sedangkan ketika
orang yang kedua menghunuskan pedangnya pada benda tersebut, muncullah darah yang keluar dari batu tersebut. Batu tersebut kemudian di beri nama Watukebo yang batunya masih ada hingga sekarang di sebelah timur dusun Macanmati.