Selasa, 23 Agustus 2016

Cagar Alam dan Budaya : Jathilan

1.      Pengertian Jatilan

 Jathilan adalah kesenian yang telah lama dikenal oleh Masyarakat Yogyakarta dan juga sebagian Jawa Tengah. Jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, kuda kepang, ataupun jaran kepang. Tersemat kata “kuda” karena kesenian yang merupakan perpaduan antara seni tari dengan magis ini dimainkan dengan menggunakan properti berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang). Dilihat dari asal katanya, jathilan berasal dari kalimat berbahasa Jawa “jaranne jan thil-thilan tenan,” yang jika dialihbahasakan ke dalam bahasa indonesia menjadi “kudanya benar-benar joget tak beraturan ”.  Joget beraturan (thil-thilan) ini memang bisa dilihat pada kesenian jathulan utamanya ketika para penari telah kerasukan.

2.      Sejarah Jatilan

Kesenian tari jathilan dahulu kala sering dipentaskan pada dusun-dusun kecil.  Pementasan ini memiliki dua tujuan, yang pertama yaitu sebagai sarana menghibur rakyat sekitar, dan yang kedua juga dimanfaatkan sebagai media guna membangkitkan semangat rakyat dalam melawan penjajah.

Cagar Alam dan Budaya : Karawitan


Karawitan adalah seni suara daerah baik vokal atau instrumental yang mempunyai klarifikasi dan perkembangan dari daerahnya itu sendiri. Karawitan di bagi 3, yaitu :

·         Karawitan Sekar

Karawitan Sekar merupakan salah satu bentuk kesenian yang dalam penyajiannya lebih mengutamakan terhadap unsur vokal atau suara manusia. Karawitan sekar sangat mementingkan unsur vokal.

·         Karawitan Gending

Karawitan Gending merupakan salah satu bentuk kesenian yang dalam penyajiannya lebih mengutamakan unsur instrumental atau alat musik.

·         Karawitan Sekar Gending

Karawitan Sekar Gending adalah salah satu bentuk kesenian yang dalam penyajiannya terdapat unsur gabungan antara karawitan sekar dan gending. Penyebaran seni karawitan terdapa di Pulau JawaSumatraMadura dan Bali. Karawitan memainkan alat musik bernama gamelan, sebagai contoh Gamelan Pelog/Salendro,Gamelan CirebonGamelan Degung dan Gamelan Cianjuran (untuk bentuk sajian ensemble/kelompok). Dalam praktiknya, karawitan biasa digunakan untuk mengiringi tarian dan nyanyian, tapi tidak tertutup kemungkinan untuk mengadakan pementasan musik saja.

Karawitan yang dikembangkan di Padukuhan Macanmati tergolong jenis karawitan sekar gending. Para wisatawan yang berkunjung ke Padukuhan Macanmati dapat menikmati kesenian karawitan tersebut. Kesenian karawitan dilantunkan  hingga dilestarikan oleh masyarakat Padukuhan Macanmati itu sendiri.



Cagar Alam dan Budaya : Panembromo


Panembromo adalah “tembang” atau nyanyian yang dilakukan bersama-sama, bisa diiringi dengan musik bisa juga tidak diiringi. Ada beberapa jenis “tembang” yang bisa digunakan untuk Panembromo. Bisa dinyanyikan oleh siapa saja tergantung isi tembang, kalau tidak dinyanyikan dan tidak memakai iringan dan dibaca sendiri atau bergantian disebut Macapat. Panembromo biasa digunakan untuk menyambut tamu atau kata sambutan yang ditembangkan. Isi tembang bisa kata sambutan. Biasanya Panembromo beranggotakan mayoritas ibu-ibu. Konsep Panembromo sendiri yaitu menyampaikan tentang kehidupan manusia yang positif atau masalah menuju kebaikan dan kebenaran atau ajakan. Persiapan dari Panembromo tersebut, peserta kurang lebih 20 orang pengiring, sebelum mengisi acara mereka latihan dahulu paling lama selama seminggu. Lagu syair disesuaikan dengan acara yang diadakan. Panembromo makin banyak dikenal oleh masyarakat sekitar. Tujuan yang terkandung dalam pentas Panembromo ini yaitu untuk mengenalkan kepada masyarakat sekitar tentang budaya dan tradisi kampung dan untuk mengajak bergabung ikut serta dalam budaya dan tradisi kampung daerah masing-masing. Maksud dan tujuan Panembromo bisa juga berisi petuah.







Minggu, 07 Agustus 2016

Adat Istiadat : Jarwo Dhosok dan Pepatah Jawa

Jarwo dhosok dan pepatah merupakan pangendikan sesepuh dan leluhur yang memiliki makna sebagai pedoman kehidupan yang berbudi. Misalnya seperti melalui tembang macapat leluhur dan sesepuh mengajarkan anak cucunya mengenai alur kehidupan sejak lahir atau mijil, megatruh (pegat-ruh) hingga pucung (mati).

Jarwo dhosok merupakan kata sederhana yang memiliki makna tertentu, misalnya : sega (maseking raga), ngumbe (ngungkum lambe), garwa (sigaraning nyawa) dan lainnya. Hal tersebut merupakan sebuah contoh agar manusia hidup dengan cara yang berbudi agar dapat berjalan sesuai tuntunan kehidupan.

Leluhur juga mengajarkan tuntunan kehidupan akhlak yang berbudi melalui filosofi dan pepatah. Misalnya tentang filosofi "drijine manungso lima", tentang manusia itu hidup berdampingan dalam semua status sosial. Begitu pula melalui jari manusia, leluhur mengajarkan alur kehidupan. Kelingking adalah kelahiran, jari manis adalah masa muda mencari jati diri, jari tengah adalah puncak pengalaman, jari telunjuk adalah pertimbangan kebaikan dan keburukan, jari jempol adalah
kebijaksanaan.

Adat Istiadat : Acara Adat di Macanmati

Adat merupakan sebuah khasanah budaya yang membentuk suatu karakter dan perilaku dari suatu desa. Kekhasan sebuah desa dan wibawanya akan terpancar dari adat istiadat yang membudaya. Budaya dalam bahasa Jawa artinya "ngulir budi" yaitu membudi-dayakan akal menuju sebuah perilaku dan tindakan yang baik.

Macanmati memiliki beberapa acara adat yang telah membudaya dan memiliki makna tertentu tentang kehidupan. Dusun macanmati memiliki
acara adat seperti :


  1. Sedekah Tandur : yaitu acara Rosulan atau kenduri sedekah bumi yang dilaksanakan ketika akan memulai atau "labuh" tandur. Acara ini dilaksanakan pada Jumat Legi di pada saat penduduk memulai menanam tanaman pertanian.
  2. Sedekah Panen : yaitu acara Rosulan yang dilaksanakan pada senin legi setelah panen sebagai rasa syukur atas kekayaan alam dan pertanian yang diberikan Allah SWT.
  3. Majemuk Sura : yaitu acara majemukan atau kenduri pada bulan syura untuk memperingati cucu nabi yaitu Hasan dan Husain.
  4. Majemuk Mulud : acara majemukan memperingati kelahiran Rasulullah Muhammad SAW pada bulan mulud.
  5. Majemuk Ruwah : kenduri pada bulan Ruwah dengan nyadran leluhur.
  6. Majemuk Puasa : yaitu bertepatan dengan hari puasa ke21 atau "selikuran" yang dilaksanakan pada bulan puasa.
  7. Majemuk Besar : yaitu kenduri adat yang dilakukan untuk memperingati Nabi Ibrahim melalui akekah.

Cagar Alam dan Budaya : Goa Nangka

Tempat di bagian selatan Macanmati ini, yang tepatnya di bagian selatan Benjaran ini merupakan goa yang berada di atas sebuah bukit batuan. Asal mula dinamakannya Goa Nangka konon berawal dari adanya sebuah pohon nangka di atas bukit di bibir goa ini pada zaman wali dan pertapa.

Goa nangka berada di atas sebuah bukit yang dikelilingi dengan tanaman pohon jati dan semak belukar. Di bawah bukit merupakan perladangan warga atau tegalan yang ditanami ketela dan umbiumbian. Lokasi dari goa nangka berada di tepi jalan raya Macanmati dari wilayah Benjaran. Untuk menaikinya, perlu membuka jalan melewati semak belukar dari bukit tersebut untuk sampai ke muka goa.

etika memasuki goa ini, suasana terasa sejuk karena batuan yang memberikan nuansa sejuk di dalamnya. Lokasi dalam goa cukup lapang setelah memasuki pintu masuk dan didalamnya merupakan permukaan tanah yang lapang. Dahulu pada zaman wali dan pertapa, tempat ini merupakan tempat untuk menyepi atau menyendiri untuk memperoleh suasana yang tenang.

Cagar Alam dan Budaya : Petilasan Klampok/ Ngasinan

Tempat yang bernama Petilasan Klampok atau Ngasinan ini berada tidak jauh dari pengisepan / mata air Klampok. Jika anda melihat ke sebuah bukit di sebelah kiri dari pengisepan Klampok, maka di atas bukit tersebut terdapat sebuah goa yang sudah tertutup oleh rimbunnya tanaman rerumputan. Tempat berupa goa di atas bukit Ngasinan tersebut bernama petilasan Klampok atau Ngasinan.

Dahulu kala sebelum munculnya islam di dusun ini, tempat ini merupakan tempat pertapaan atau semedi bagi orang – orang yang menganut kepercayaan Jawa. Semedi yang dilakukan di tempat ini disertai dengan puasa seperti puasa mutih, ngebleng dan lainnya.

Konon ceritanya pada zaman dahulu, di petilasan Ngasinan pernah ada orang sakti bernama Wongso Yuda yang melakukan pertapaan di tempat ini, namun raganya kemudian hilang secara misterius ketika bertapa Patilasan Klampok atau Ngasianan.

Cagar Alam dan Budaya : Telaga Pucung

Telaga Pucung merupakan sebuah tempat yang berada di wilayah Petelan menuju Jemblong. Asal mula dari nama telaga ini berasal dari tumbuhan pohon pucung yang dulunya tumbuh di pinggir telaga ini. Dahulu telaga ini dikelilingi oleh pepohonan besar nan rimbun. Telaga yang berada di sebelah barat dari dusun Macanmati ini juga menyerupai nama dari salah satu tembang macapat, yaitu tembang Pocung.

Konon dahulu pada zaman sesepuh dusun Macanmati, tempat ini merupakan tempat yang menyerupai danau dengan air yang melimpah dengan berbagai jenis ikan air tawar dan udang. Seiring berubahnya alam dan seiring berjalannya waktu, air di telaga ini lama kelamaan menyusut dan kian menyusut sampai akhirnya habis tak bersisa. Hilangnya air di telaga pada dekade 2000an ini juga menjadikan hilangnya beberapa jenis ikan dan udang di tempat ini.

Saat ini, tempat ini merupakan wilayah ladang yang dimanfaatkan oleh warga dan karang taruna dengan ditanami pohon pisang, dan palawija dengan sumur sebagai sumber air. Telaga pucung akan terisi air kembali saat musim penghujan tiba meskipun banyaknya air tidakmelimpah sepeti pada zaman dahulu. Meskipun telaga pucung kini telah kering dan tidak berisi air yang melipah seperti pada zaman dahulu, tempat ini merupakan salah satu dari bagian atau kepingan
sejarah Macanmati yang menarik. Telaga Pucung yang ditanami palawija
pada musim kemarau Babad.

Cagar Alam dan Budaya : Pangisepan Klampok

Pengisepan Klampok merupakan sebuah tempat yang berada di antara wilayah Banjaran dengan daerah Watukebo. Tempat ini merupakan sebuah mata air yang berada di dalam gua dengan banyak pepohonan rindang nan rimbun. Konon dahulu kala, tempat ini merupakan tempat dimana warga mengambil air pada musim kemarau. Warga desa sekitar, desa tetangga hingga warga Girisekar pada zaman dahulu konon mengandalkan mata air dari pengisepan Klampok ini sebagai sumber air pada musim kemarau.

Pengisepan Klampok bukan hanya sekedar mata air dengan nuansa yang rimbun dan tenang, tetapi juga memiliki cerita tersendiri yang menjadi bagian sejarah dari dusun Macanmati. Konon di tempat inilah macan besar yang masuk ke dusun ini bersembunyi saat melarikan diri dari kejaran dan tembakan penduduk. Dengan tubuh terluka, macan yang bertubuh besar dengan panjang sekitar 2 meter bersembunyi di dekat mulut gua pengisepan Klampok manjelang malam hari.

Ketika pagi hari penduduk yang melanjutkan pencarian dan perburuan macan menemukan macan besar tersebut hanya beberapa meter dari mulut gua. Beruntung, macan tersebut tidak menerkam warga yang tidak tahu keberadaan persembunyian dari macan tersebut sehingga macan tersebut dapat ditaklukkan oleh warga dusun.

Pengisepan Klampok merupakan salah satu simbol sejarah dan budaya dari dusun Macanmati. Selain menjadi salah satu bagian sejarah dari peristiwa yang melatarbelakangi munculnya nama dusun Macanmati, tempat ini juga merupakan simbol kemakmuran dimana warga melakukan syukuran pada mangsa kepitu (ketujuh/setiap bulan Januari) atas berkah yang diberikan oleh Tuhan atas diberikannya air yang melimpah dari mata air pengisepan. Pada mangsa kapiyu, warga berkumpul di pengisepan Klampok untuk melakukan kenduri syukuran mangsa kapitu, melakukan doa bersama dan makan bersama sebagai ungkapan rasa syukur, suka cita atas karunia dan berkah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain adanya mata air, tempat ini memiliki beberapa keunikan lain yaitu adanya pohon besar yang berdiri di sebelah mulut gua. Keunikan pohon ini adalah selain usianya yang entah sudah berpuluh-puluh tahun, pohon ini adalah pohon yang memiliki dua jenis daun dalam satu pohon.

Sejarah Jemblong

emblong merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa. Kata Jemblong dalam bahasa Jawa artinya ambles (amblong). Wilayah Jemblong berada di sebelah utara dusun Macanmati yang berbatasan dengan wilayah Petelan di sebelah selatan dan Watukebo di sebelah timur. Jemblong merupakan wilayah dataran yang rendah yang dahulu memiliki cerita tersendiri selain nama-nama dari wilayah dusun lainnya.

Dahulu, ketika wilayah jemblong dahulu belum banyak ditinggali oleh penduduk. Jemblong hanya merupakan wilayah dataran dengan tanaman palawija. Pada suatu malam, suatu kejadian alam terjadi yaitu tanah lapang yang cukup luas tiba-tiba ambles ke dalam bumi hingga muncul lubang yang luas di wilayah tersebut. Konon di bawah amblesnya tanah di wilayah ini, terdapat beberapa ikan lele besar, udang dan ikan lainnya yang entah dari mana asalnya bisa berada di bawah tanah yang ambles tersebut.

Ada beberapa versi cerita dari asal mula adanya ikan tersebut. menyebutkan bahwa ikan tersebut berasal dari sumber air bawah tanah.Ada yang menyebutkan bahwa ikan tersebut berasal dari wilayah telaga Pucung di Petelan. Ada pula yang menyebutkan bahwa ikan tersebut berasal dari sumber air bawah tanah.

Peristiwa amblesnya tanah di wilayah tersebut menjadi asal mula dinamakannya wilayah tersebut dengan nama Jemblong. Wilayah dimana tanah ambles tersebut kemudian menjadi tempat tinggal bagi penduduk dusun Macanmati yang kemudian mendiami wilayah tersebut.

Sejarah Petelan

Petelan adalah suatu wilayah di yang berada persis di sebelah wilayah Pakis. Petelan berasal dari kata bahasa Jawa yaitu pratela (cetho) : membuktikan. Kenapa wilayah ini dinamakan Petelan? Dinamakannya wilayah ini sebagai wilayah Petelan tidak terlepas dari Pohon Randu Alas di sebelah utara wilayah Petelan.

Di sebelah utara dari Petelan setelah pertigaan telaga pucung, terdapat sebuah pohon Randu Alas Besar di sebelah kiri jalan di perbatasan antara Petelan dan Jemblong. Pohon Randu Alas yang konon sudah berusia mendekati seratus tahun tersebut juga di kenal sebagai pohon bedhug-bedhug. Cerita yang melatari kenapa dinamakan pohon bedhug-bedhug dikarenakan konon dahulu pohon tersebut baru dapat terlihat oleh penduduk dengan mata telanjang ketika bedhug siang hari.

Konon, hampir setiap hari penduduk dusun datang menuju perbatasan wilayah ini untuk mem “pratela-ake” atau membuktikan kebenaran dari cerita pohon randu alas (bedhug-bedhug) tersebut. Itulah asal mula munculnya atau dinamakannya wilayah ini sebagai wilayah petelan.

Sejarah Pakis

Pakis merupakan wilayah di sebelah barat padukuhan macanmati. Tepatnya berada berbatasan dengan wilayah Banjaran di sebelah Barat, dan sebelah selatan dari wilayah Petelan. Pakis sendiri kita kenal sebagai salah satu tanaman yang termasuk rumpun tanaman purba yang kini sudah cukup langka. Nama wilayah Pakis, memiliki cerita yang kemudian menjadi asal usul dari dinamakannya wilayah ini.

Dahulu pada zaman wali menjelajahi bumi Gunungkidul, terdapat orang sakti yang sedang melakukan perjalanan melewati suatu wilayah di dusun ini. Ketika menuju ke barat, wali tersebut menemukan adanya tanaman pohon pakis yang tumbuh di wilayah tersebut. Hal tersebut di rasa unik,
karena tanaman Pakis tersebut jarang ditemukan di tempat ini. Atas peristiwa dan adanya tumbuhan yang unik tersebut, maka wali tersebut menamakan wilayah bagian dari dusun ini sebagai wilayah Pakis yang sekalarang merupakan wilayah dari RT 06 dusun Macanmati.

Sejarah Banjaran

Banjaran atau Benjaran adalah sebuah wilayah yang berada di bagian paling selatan padukuhan Macanmati. Banjaran berasal dari kata Banjar dalam bahasa Jawa yang berarti deretan atau barisan. Nama Banjaran ini memiliki cerita yang kemudian menjadi asal usul dinamakannya wilayah Banjaran. Namun konon ceritanya, ada peristiwa yang menyebabkan asal mula tempat ini dinamakan Banjaran atau Benjaran.

Ceritanya, dahulu terdapat dua orang bersaudara yang mendiami wilayah Benjaran dan Tungu. Pada suatu hari, kedua bersaudara tersebut melakukan latihan perang dengan menggunakan panah di antara kedua wilayah tersebut. Perang-perangan panah yang terjadi ini menyebabkan salah seorang dari mereka yaitu saudara yang berada wilayah Tungu terkena panah di bagian Manik (mata), sehingga wilayah tersebut dinamakan Kalinggamanik.

Sedangkan serangan panah yang mengarah ke Benjaran mengenai Batur (pembantu) dan kuda yang ditumpanginya hingga terjatuh. Peristiwa tersebut kemudian menjadi asal mula wilayah ini dinamakan Banjaran atau Benjaran yang merupakan kepanjangan dari Batur lan Jaran.
 

Selain peristiwa tersebut, asal mula penamaan Banjaran yang juga diceritakan secara turun-temurun adalah karena tumpukan bebatuan di wilayah ini yang di susun secara berderet atau berbanjar - banjar. Sehingga orang-orang menamakannya dan mengenal wilayah ini dengan nama Banjaran, yang artinya wilayah dengan susunan batu-batu yang berjajar atau berbanjar.

Sejarah Watukebo

Watukebo merupakan sebuah wilayah di sebelah timur dusun Macanmati. Tempat ini merupakan salah satu tempat bersejarah yang memiliki cerita kuno dan cagar Wbudaya dan sejarah. Apabila anda menyusuri jalan di Watukebo menyusuri sebelah gapura timur Watukebo lalu menuju ke utara, maka terdapat sebuah batu besar di kiri jalan yang memiliki ukuran sebesar kebo atau kerbau. Batu yang sebesar kerbau itu bernama Watukebo yang menjadi asal mula dinamakannya wilayah dusun tersebut
bernama Watukebo.

Dahulu pada zaman wali, di dusun ini bertemulah dua orang sakti yang sedang melakukan perjalanan. Ketika sedang beristirahat, dua orang sakti tersebut menemukan sebuah benda menyerupai batu yang besar. Kemudian timbullah perbedaan pendapat di antara orang tersebut ketika akan memberikan nama pada benda tersebut. Orang yang pertama berkata bahwa benda itu adalah batu. Sedangkan orang yang kedua mengatakan benda itu kebo (kerbau). Karena sama-sama tidak ada yang mau mengalah, maka kedua orang tersebut mengeluarkan kesaktiannya atau beradu kesaktian pada benda tersebut.

Konon, keajaiban pun terjadi pada benda tersebut. Ketika orang sakti yang pertama menghunuskan pedangnya, benda tersebut tidak tergores sama sekali dan sangat keras seperti batu. Sedangkan ketika
orang yang kedua menghunuskan pedangnya pada benda tersebut, muncullah darah yang keluar dari batu tersebut. Batu tersebut kemudian di beri nama Watukebo yang batunya masih ada hingga sekarang di sebelah timur dusun Macanmati.

Sejarah Macanmati

Macanmati merupakan suatu dusun atau dukuh yang berada di Girimulya, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Macanmati merupakan tergolong salah satu Mwilayah yang memiliki sejarah yang tertua di Girimulya. Girimulya berasal dari kata Giri yaitu gunung/pegunungan, dan mulya yang artinya subur.

Girimulya memiliki makna bahwa wilayah ini kelak menjadi wilayah yang subur yang memberikan kemakmuran bagi penduduknya.Konon, asal mula terbentuknya Girimulya itu sendiri berasal dari Macanmati yang merupakan pusat dari pemerintahan wilayah Girimulya pada zaman dahulu. Selain sejarah yang menarik, Macanmati merupakan sebuah desa yang memiliki potensi daya tarik seperti cagar alam, cagar budaya, mata air dan hasil pertanian beserta olahannya. 

Nama Macanmati sendiri merupakan sebuah nama unik yang memiliki cerita bersejarah dibalik nama tersebut. Macanmati berasal dari dua kata yaitu macan / harimau dan mati. Konon, pada zaman wali sebelum dusun ini bernama dusun Macanmati, terdapat macan besar yang masuk ke wilayah dusun ini. Harimau tersebut kerap memangsa ternak warga seperti sapi, kambing dan kerbau.

Selain itu, harimau ini kerap berkeliaran di ladang dan kebun-kebun pertanian warga pada pagi dan sore hari, sehingga membuat penduduk dusun resah. Karena melihat keadaan penduduk yang resah, wali tersebut kemudian membunuh macan tersebut dengan kesaktiannya. Setelah peristiwa itu, wali tersebut berkata bahwa kelak akan banyak macan yang masuk ke dusun ini, namun niscaya setiap macan yang masuk ke dusun ini pasti akan mati terbunuh.

Ternyata, perkataan dari wali atau leluhur desa Macanmati itu terbukti pada sekitar tahun 1960an. Terdapat seekor macan besar yang masuk di wilayah Macanmati. Masuknya macan Tyang konon panjangnya dan besarnya mencapai 2 meter tersebut membuat geger warga dusun sehingga para penduduk dusun mengejar dan memburu macan itu hingga ke sebuah bukit di hutan jati. Di hutan tersebut, macan tersebut berhasil terkena tembakan warga. Macan yang terluka kemudian sempat bersembunyi di sebuah goa di dekat mata air sebelum akhirnya di lumpuhkan di goa dekat mata air tersebut.

Setelah macan yang besar itu berhasil di lumpuhkan, penduduk dusun mengubur kepala macan tersebut di daerah Banjaran, di sekitar Masjid Al-Amin. Sedangkan tubuh dari macan tersebut di kubur di hutan jati.